Variasi Motif dan Filosofi pada Suat Badui
Oleh Nurdiyansah Dalidjo
Suasana menjejaki jalan setapak menuju perkampungan Masyarakat Adat Badui, terasa hening dan tenang. Rumah-rumah dikelilingi hutan dan ladang serta dilintasi sungai. Semakin saya mendekat, terdengar bunyi hentakan kayu yang kian jelas. Suara itu pun terdengar punya ketukan dan irama.
Tak-tak, tak-tak, tak-tak….
Orang-orang mengenal mereka sebagai Badui (Baduy). Tetapi, sebetulnya mereka menamakan wilayah adat mereka dengan Kanekes, sehingga warganya menyebut diri Urang Kanekes. Dalam bahasa setempat, “urang” berarti orang. Meski begitu, warga Kanekes tak pernah menyangkal panggilan “Badui” dari masyarakat luar Kanekes. Dahulu para peneliti dan antropolog Belanda awalnya melekatkan…
Kain Kita adalah sebuah gerakan kolektif dan independen yang bekerja untuk upaya-upaya terhadap pendokumentasian cerita-cerita unik atau storytelling tentang kain tradisional maupun kain adat di Indonesia.
Kami percaya pada mimpi bahwa pengumpulan data dan informasi kebudayaan adalah hal yang penting. Itu tidak hanya menjadi suatu kekuatan, melainkan pula hal yang bisa dilakukan untuk keberlangsungan dan pemajuan kebudayaan itu sendiri sekaligus kesejahteraan masyarakat secara luas.
Indonesia merupakan kawasan yang merepresentasikan kekayaan alam dan keragaman budaya, salah satunya adalah kain. Kain tidak hanya mewakili karakter khusus suatu lingkungan dengan material pembuatannya, seperti kapas dan pewarna alam, melainkan merekam pula kearifan (filosofi), intelektualitas…
Kain Kita is a collective movement telling the stories of traditional fabrics and textiles known as kain in Indonesia.
We believe that gathering and sharing this cultural information is crucial for sustaining the many cultures that make up Indonesia, and for contributing to the continued social welfare of indigenous communities.
Indonesia contains an abundance of natural wealth and cultural diversity, as seen in the fabrics known more generally as kain. Through the locally-sourced cotton and natural dyes used in the weaving process, each kain embodies the physical and social environment in which it is made.
Kain also provides a record…
Oleh Nurdiyansah Dalidjo
Pada akhirnya, Berbagi Cerita Kain pun berlanjut. Setelah acara pertama yang kami beri tajuk sebagai Berbagi Cerita Kain Vol. 1, Kain Kita pun mulai menghadapi berbagai pertanyaan: “Kapan Berbagi Cerita Kain Vol. 2-nya?” Dan masih dengan konsep acara yang sama, Berbagi Cerita Kain Vol. 2 pun kami suguhkan. Kali ini, kami megambil tema seputar pemahaman (peluang dan tantangan) terhadap pengembangan kain tradisi untuk sesi sharing and discussion. Sementara pada sesi workshop, kami saling berbagi pembelajaran dan pengalaman seputar perawatan kain dengan cara yang praktis, mudah, dan murah.
By Nurdiyansah Dalidjo
Kain Kita honours women as weavers (also known as kain makers), for the role that they play in their communities, and for their struggle for recognition beyond their weaving.
Women in traditional communities experience gender-specific challenges in addition to prevailing environmental issues, the recognition of indigenous peoples’ rights, state violence, access to clean water, and conflicts associated with land grabs. These women are fighting to defend themselves, their families, the community, and the state, so that they may ultimately gain equal rights. Given all these intersecting challenges, weaving lies at the heart of it all.
But women…
Oleh Nurdiyansah Dalidjo
Kain Kita menghargai peran dan perjuangan perempuan penenun (pembuat kain) lebih dari sekadar menenun. Kami menyadari bahwa perempuan di berbagai situasi, menghadapi perkara yang unik dan tak mudah terkait dengan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang berpadu dengan beragam isu: persoalan lingkungan, pengakuan hak masyarakat adat, kekerasan, akses air bersih, perampasan lahan, dan konflik-konflik lainnya. Mereka berjuang keras dalam menggugat diri sendiri, keluarga, komunitas, hingga negara untuk bisa punya hak yang sama. Menenun (membuat kain) bukanlah suatu proses yang biasa di tengah-tengah itu semua.
Tetapi, sebagai perempuan, penenun (pembuat kain), sekaligus pejuang, visibilitas perempuan kerap masih tak terlihat…
by Murni Ridha, translated by Stanley Widianto
“Murni, do you know about the double ikat fabrics from Bali?” Ibu Mia, my former boss, asked one day as we were relaxing after work.
I shrugged. I had never heard of double ikat fabric before. Now curious, I learned that most woven textiles — known as kain in Indonesia — are usually woven with a single thread in the weaving process. The double-ikat technique, on the other hand, involves tying the lungsi and pakan threads simultaneously.
“There are only three places that make double ikat in the whole world, and one of…
oleh Murni Ridha
“Murni, kamu tahu tentang kain double ikat (ikat ganda) di Bali?” tanya Ibu Mia, mantan bos, ketika kami sedang bersantai lepas dari pekerjaan suatu sore.
Saya menggeleng. Saya sama sekali belum pernah mendengar tentang kain tersebut. Penasaran, saya tergerak mencari tahu lebih banyak dan mendapat informasi bahwa ikat ganda sebagai sebuah teknik tenun dengan proses mengikat benang lungsi dan benang pakan sekaligus. Pada teknik pembuatan tenun, umumnya pengikatan itu hanya dilakukan pada benang lungsi atau benang pakan saja.
Telling stories through the indigenous and traditional textiles of Indonesia.